KASUS KASU ETIKA BISNIS PT. FREEPORT INDONESIA
(PTFI).
PT Freeport Indonesia (PTFI) merupakan perusahaan afiliasi
dari Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc.. PTFI menambang, memproses dan melakukan eksplorasi terhadap
bijih yang mengandung tembaga, emas dan perak. Beroperasi di daerah dataran
tinggi di Kabupaten Mimika Provinsi Papua, Indonesia. Kami memasarkan
konsentrat yang mengandung tembaga, emas dan perak ke seluruh penjuru dunia.
PT Freeport Indonesia merupakan jenis perusahaan multinasional (MNC),yaitu
perusahaan internasional atau transnasional yang berkantor pusat di satu negara
tetapi kantor cabang di berbagai negara maju dan berkembang..
Contoh kasus pelanggaran etika yang dilakukan oleh PT.
Freeport Indonesia :
Ø
sejak beroperasi pertama kalinya di tahun 1967 hingga kini,
PT. Freeport Indonesia seolah tak terpisahkan dengan berbagai permasalahan.
Perusahaan kebanggaan negara Amerika ini masih saja menimbulkan ketimpangan di
berbagai bidang. Mulai dari konspirasi sejarah pendirian PT. Freeport di
Indonesia, pelanggaran HAM, perusakan lingkungan, serta ketidakadilan dalam
praktik kompensasi. Adalah terhitung sejak tanggal 15 September 2011 lalu
hingga kini, ribuan karyawan Freeport melakukan mogok kerja, menuntut kenaikan
upah sebesar US$17,5 per jam. Kompensasi merupakan satu dari berbagai isu yang
tak pernah lekang ketika karyawan Freeport melakukan berbagai aksinya. Akibat
aksi mogok tersebut tentu tidak hanya berdampak pada kerugian di pihak Freeport
yang mereka claim hingga USD20 juta per hari, akibat aksi mogok kerja
tersebut, pemerintah dengan segala kepentingannya, juga kehilangan rata-rata
USD8 juta per hari dari anggaran dividen, royalti, dan pajak yang dibayarkan
Freeport kepada kas negara. Dan yang memprihatinkan, setiap aksi mogok kerja di
Freeport selalu membawa korban jiwa. Tercatat, dalam bulan Oktober saja telah
jatuh korban jiwa sebanyak 14 orang akibat konstelasi yang terjadi di Freeport
yang kemudian merambat ke semua sektor kehidupan di masyarakat Papua
Ø
Biaya CSR kepada sedikit rakyat Papua yang
digembor-gemborkan itu pun tidak seberapa karena tidak mencapai 1 persen
keuntungan bersih PT FI. Malah rakyat Papua membayar lebih mahal karena harus
menanggung akibat berupa kerusakan alam serta punahnya habitat dan vegetasi
Papua yang tidak ternilai itu. Biaya reklamasi tersebut tidak akan bisa
ditanggung generasi Papua sampai tujuh turunan. Selain bertentangan dengan PP
76/2008 tentang Kewajiban Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan, telah terjadi bukti
paradoksal sikap Freeport (Davis,G.F.,et.al.,2006).
Kestabilan siklus operasional Freeport, diakui atau tidak, adalah barometer penting kestabilan politik koloni Papua. Induksi ekonomi yang terjadi dari berputarnya mesin anak korporasi raksasa Freeport-McMoran tersebut di kawasan Papua memiliki magnitude luar biasa terhadap pergerakan ekonomi kawasan, nasional, bahkan global.
Kestabilan siklus operasional Freeport, diakui atau tidak, adalah barometer penting kestabilan politik koloni Papua. Induksi ekonomi yang terjadi dari berputarnya mesin anak korporasi raksasa Freeport-McMoran tersebut di kawasan Papua memiliki magnitude luar biasa terhadap pergerakan ekonomi kawasan, nasional, bahkan global.
Sebagai perusahaan berlabel MNC (multinational company) yang otomatis berkelas
dunia, apalagi umumnya korporasi berasal dari AS, pekerja adalah bagian dari
aset perusahaan. Menjaga hubungan baik dengan pekerja adalah suatu keharusan.
Sebab, di situlah terjadi hubungan mutualisme satu dengan yang lain. Perusahaan
membutuhkan dedikasi dan loyalitas agar produksi semakin baik, sementara
pekerja membutuhkan komitmen manajemen dalam hal pemberian gaji yang layak.
Pemerintah dalam hal ini pantas malu. Sebab, hadirnya MNC di Indonesia terbukti
tidak memberikan teladan untuk menghindari perselisihan soal normatif yang
sangat mendasar. Kebijakan dengan memberikan diskresi luar biasa kepada PT FI,
privilege berlebihan, ternyatasia-sia.
Justru negara ini tampak dibodohi luar biasa karena PT FI berizin penambangan tembaga, namun mendapat bahan mineral lain, seperti emas, perak, dan konon uranium. Bahan-bahan itu dibawa langsung ke luar negeri dan tidak mengalami pengolahan untuk meningkatkan value di Indonesia. Ironisnya, PT FI bahkan tidak listing di bursa pasar modal Indonesia, apalagi Freeport-McMoran sebagai induknya.
Justru negara ini tampak dibodohi luar biasa karena PT FI berizin penambangan tembaga, namun mendapat bahan mineral lain, seperti emas, perak, dan konon uranium. Bahan-bahan itu dibawa langsung ke luar negeri dan tidak mengalami pengolahan untuk meningkatkan value di Indonesia. Ironisnya, PT FI bahkan tidak listing di bursa pasar modal Indonesia, apalagi Freeport-McMoran sebagai induknya.
Kehadiran Freeport di tanah papua juga tidak mengubah kondisi kehidupan masyarakat Papua secara keseluruhan. Laporan BPS Maret 2010 menyebutkan, jumlah penduduk miskin di Papua sebesar 761.620 jiwa (36,80%), sedangkan di Papua Barat pada periode yang sama sebesar 256.250 jiwa (34,88%). Total penduduk miskin di kedua provinsi tersebut pada bulan Maret 2010 sebesar 1.017.870 jiwa. Dibandingkan dengan penduduk miskin pada tahun 2002 ketika awal kebijakan otonomi khusus dijalankan yang berjumlah 984.000 jiwa (41,80%), berarti jumlah penduduk miskin naik sebesar 33.870 jiwa. Tingkat kemiskinan Papua juga jauh melampaui rata-rata nasional sebesar 13,33%. Jelas sekali, keserakahan Freeport itu telah memancing konflik yang berkepanjangan dengan masyarakat setempat.
Provinsi
yang boleh dikata paling kaya sekaligus menyandang predikat provinsi termiskin
ini sudah saatnya untuk diselamatkan dari neo-kolonialisme di bawah
bayang-bayang Freeport. Kita sepakat bahwa kontrak kerja dengan PT Freeport
adalah kebijakan politik-ekonomi warisan masa lalu yang belum sempat kita
reformasi. Sekaranglah saatnya kita benahi, menjadi seuatu keniscayaan bagi
pemerintah untuk mengkaji kembali kontrak karya dengan Freeport. Pemerintah
perlu belajar dari Bolivia, negara miskin di Amerika Latin ini telah berhasil
memaksa investor asing untuk memberikan laba yang lebih besar, dari 18% menjadi
82%. Jika pemerintah diam membisu, kekayaan bumi Papua sampai tahun 2041 nanti
akan dikeruk dan dinikmati oleh negara Asing. Ironi sebuah negeri kaya namun
tidak berhak menikmati kekayaannya. Jika sudah begitu, jangan salahkan jika
akhir-akhir ini wacana Gerakan Papua Merdeka gencar disuarakan kembali oleh
tokoh-tokoh di Papua.
Sudah
saatnya, bagi kita, kekerasan dan ketidakadilan yang berlangsung di Papua
sekarang adalah kekerasan dan ketidakadilan bagi seluruh warga negara
Indonesia. Save our Nation !!!
Sumber : http://yudhaprakasa.wordpress.com/2011/12/12/mencari-keadilan-di-bumi-emas- freeport/http://yudhaprakasa.wordpress.com/2011/12/12/mencari-keadilan-di-bumi-emas-freeport/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar